Rabu, 13 Januari 2010

konflik budaya bangsa

Agar konflik warisan budaya dapat diselesaikan dengan baik, nalar budaya perlu diketahui terlebih dahulu. Budaya secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, buddayah, jamak dari kata budhi yang berarti akal atau intelektual. Karena itu pula, budaya sering dikaitkan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).

Budaya dalam bahasa perancis disebut culture yang berasal dari kata latin colere yang berarti "cultiver" (menanam) atau "honorer" (memuliakan), merujuk secara umum pada aktivitas manusia untuk menumbuhkembangkan sesuatu. Di sini, budaya diibaratkan tanaman untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, budaya perlu kebebasan gerak dan ruang. Karena itu pula warisan budaya sebagai sesuatu yang telah ada sejak masa lampau, dinikmati masa kini dan diteruskan pada masa datang, jelas bukanlah suatu penemuan (inventive) dan tak dapat dipatenkan.

Sedangkan HKI sebaliknya hadir untuk membatasi atau menghambat laju pengetahuan dan teknologi yang mengalir seperti air dari atas ke bawah. HKI sama seperti properti lainnya, memberikan hak kontrol dan monopoli kepada pemegangnya maupun ahli warisnya. Hukum melindunginya dari pencurian atau pemakaian tanpa izin (CHANG 2007).

Penerapan HKI atas budaya akan merubah nalar budaya dari yang asalnya bebas menjadi harus melalui izin (from free culture to permission culture). Dengan nalar baru ini, suatu budaya hanya bisa dicipta dengan izin dari otoritas berwenang atau dari pencipta budaya sebelumnya. Budaya izin (permission culture) ini justru mengunci budaya dan menghambat kreativitas (LESSIG 2004).

Penyelesaian Konflik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar