Senin, 16 Mei 2011

Penalaran induksi atau induktif

Penalaran Induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan/simpulan umum. Penalaran Induktif meliputi :

1. Penalaran Induktif (Generalisasi)

Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati lalu ditarik simpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati tersebuT.

Contoh :
Pemerintah mulai membuka banyak lapangan kerja sampai ke pelosok-pelosok daerah. Berbagai sarana kesehatan seperti puskesmas turut didirikan. Menyediakan fasilitas pendidikan/sekolah-sekolah baru di setiap desa. Begitu juga pembangunan rumah ibadah diperbanyak dengan juga dibantu oleh anggaran pemerintah. Tindakan- tindakan tersebut memang menjadi keharusan bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup kesejahtertaan rakyat.“

2. Penalaran Induktif (Hipotesa dan Teori)

Hipotese (hypo“di bawah“, tithenai“menempatkan“) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penentu dalam peneliti fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain secara lebih lanjut. Sebaliknya teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese.

Contoh :
Tanzi & Davoodi (1998) membuktikan bahwa dampak korupsi pada pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui empat hipotesis (semua dalam kondisi ceteris paribus):

1. Hipotesis pertama: tingginya tingkat korupsi memiliki hubungan dengan tingginya investasi publik. Politisi yang korup akan meningkatkan anggaran untuk investasi publik. Sayangnya mereka melakukan itu bukan untuk memenuhi kepentingan publik, melainkan demi mencari kesempatan mengambil keuntungan dari proyek-proyek investasi tersebut. Oleh karena itu, walau dapat meningkatkan investasi publik, korupsi akan menurunkan produktivitas investasi publik tersebut. Dengan jalan ini korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.
2. Hipotesis kedua: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya penerimaan negara. Hal ini terjadi bila korupsi berkontribusi pada penggelapan pajak, pembebasan pajak yang tidak sesuai aturan yang berlaku, dan lemahnya administrasi pajak. Akibatnya adalah penerimaan negara menjadi rendah dan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
3. Hipotesis ketiga: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya pengeluaran pemerintah untuk operasional dan maintenance. Seperti yang diuraikan pada hipotesis pertama, politisi yang korup akan memperjuangkan proyek-proyek investasi publik yang baru. Namun, karena yang diperjuangkan hanya proyek-proyek yang baru (demi mendapat kesempatan mencari keuntungan demi kepentingan pribadi) maka proyek-proyek lama yang sudah berjalan menjadi terbengkalai. Sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
4. Hipotesis keempat: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan kualitas investasi publik. Masih seperti yang terdapat dalam hipotesis pertama, bahwa dengan adanya niat politisi untuk korupsi maka investasi publik akan meningkat, namun perlu digarisbawahi bahwa yang meningkat adalah kuantitasnya, bukan kualitas. Politisi yang korup hanya peduli pada apa-apa yang mudah dilihat, bahwa telah berdiri proyek-proyek publik yang baru, akan tetapi bukan pada kualitasnya. Sebagai contoh adalah pada proyek pembangunan jalan yang dana pembangunannya telah dikorupsi. Jalan-jalan tersebut akan dibangun secara tidak memenuhi persyaratan jalan yang baik. Infrastruktur yang buruk akan menurunkan produktivitas yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi.

* Sumber artikel : http://www.blogekonomi.com/2011/01/dampak-korupsi-pada-pertumbuhan-ekonomi.html
*Dari Judul : Dampak Korupsi pada Pertumbuhan Ekonomi

3. Penalaran Induktif (Analogi Induktif)

Analogi merupakan proses penalaran yang berdasarkan pada pembagian dan terhadap sejumlah gejala khusus yang memiliki kesamaan, kemudian ditarik kesimpulannya.

Contoh :
Pernyataan Dipo tersebut sangat melecehkan dan melukai insan Pers, yang seakan-akan Pers dan media massa bisa dibeli dan diatur oleh kekuasan. Pers dan media massa tidak boleh menjadi corong atau alat propaganda pemerintah dalam kondisi seperti apa pun. Keberadaan pers harus menjadi penyampai informasi kepada publik, sesuai pemahaman yang diyakininya agar pemahaman itu bisa menjadi pemahaman publik. Dalam kondisi seperti itu, siapa saja termasuk pemerintah tidak mempunyai kapabilitas untuk menetapkan media massa atau pers dalam posisi sebagai teman (friends) atau musuh (foes).

Menurut Max Sopacua Ketua Partai Demokrat pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang akan memboikot media massa yang kritis, adalah pernyataan pribadi Dipo. Pernyataan itu bukan sikap keseluruhan pemerintahan, termasuk partai berkuasa. Max menilai pers adalah bagian integral dari bangsa ini dalam berdemokrasi.
“Tapi pada dasarnya Partai Demokrat tidak serta-merta lalu ikut memboikot. Karena itu sebagai pernyataan dari beliau (Dipo). Karena kami mengetahui juga pers bagian integral dari bangsa ini untuk komunikasi dan menyampaikan berbagai informasi kepada masyarakat,” jelas Max di sela-sela Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR/MPR Senayan, di Jakarta, Selasa, 22/2/2011.

Ancaman Dipo Alam untuk memboikot media massa yang dinilai selalu mengritik pemerintahan, juga terus disayangkan sejumlah kalangan. Pernyataan Dipo itu justru hanya menunjukkan kebodohan yang bersangkutan (Dipo) dan pemerintah.

Menanggapi pernyataan Dipo itu, Cendekiawan muslim Syafi`i Ma`arif menilai pernyataan Dipo itu menunjukkan Dipo sebagai mental budak. Menurut dia, itu tidak perlu ditanggapi.

Demikian juga halnya Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan yang kini menjabat Ketua Dewan Pers menilai sikap Dipo itu tidak boleh dikembangkan. Harus dihentikan. Alasannya, Dipo memosisikana pers atau wartawan sebagai ancaman bagi negara.(OTL/tim-lpd)

* Sumber artikel : http://lpd-blitarraya.com/index.php/hukum/item/98-boikot?tmpl=component&print=1
* Dari Judul : Memboikot Media, Sama Halnya dengan Memboikot Rakyat

4. Penalaran Induktif (Hubungan Kausalitas)

Hubungan Kausal merupakan proses penalaran yang dimulai dengan menggunakan fakta yang berupa sebab dan sampai pada simpulan yang merupakan yang merupakan akibat atau sebaliknya.

* Contoh Akibat-Sebab
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah langkah terpenting untuk meningkatkan daya saing usaha Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak ringan karena peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah sakit saja tetapi berlaku untuk semua tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu dan Puskesmas, baik di fasilitas pemerintahan maupun swasta (Ahmad Djojosugitjo, 2001).

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa masyarakat pengguna pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tak dapat dipungkiri bahwa kini pasien semakin kritis terhadap pelayanan kesehatan dan menuntut keamanannya (Sulastomo, 2005).

Berbagai fakta menunjukkan adanya masalah serius dalam mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya sistem pengendali mutu yang terbaik yang dapat diterapkan. Pemahaman secara lebih mendalam tentang good governance merupakan salah satu upaya terhadap perwujudan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu (Laksono, 2005).

Upaya peningkatan mutu adalah aksioma yang lemah capaian individunya, pada umumnya mencerminkan kegagalan sistem atau ketidakmampuan dari suatu organisasi memandang dan mengimprovisasikan sistem jaminan mutu. Gagasan peningkatan kualitas mutu merupakan tantangan di dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan (Sulastomo, 2006).

* Sumber artikel : http://blogjoeharno.blogspot.com/2008_03_01_archive.html
* Dari Judul : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

* Contoh Sebab-Akibat
Proses perubahan tataguna lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tatauna lahan dari berbagai tahun. Dapat juga dengan membandingkan potret udara dan citra satelit dari bebagai tahun. Dari perbandingan itu dapat dilihat bertambahnya jumlah desa, bertambahnya luas daerah pemukiman dan berkurangnya luas daerah pertanian dan hutan. Dengan cara ini dapat diketahui, bahwa, misalnya, hutan di DAS Citarum hulu di Jawa Barat telah menyusut dengan kira-kira 30% dalam tahun 1960-an. Di Jawa Barat, hutan dataran rendah praktis telah habis. Hutan bakau juga sudah banyak berkurang. Yang relatif masih banyak hutan ialah di pegunungan di atas 1.500 m.

Di daerah perladangan berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan. Akibatnya ialah diperpendeknya masa istirahat lahan. Misalnya, masa istirahat semula 25 tahun. Dalam masa istirahat yang panjang ini hutan mempunyai cukup waktu untuk pulih lagi. Di lantai hutan terbentuk lapisan seresah cukup tebal. Hutan sekunder ini, apabila dibuka untuk perladangan, dapat memberikan hasil yang baik. Dengan makin naiknya kepadatan penduduk, masa istirahat akan makin pendek yang berarti periosde untuk tumbuhnya kembali hutan juga makin pendek. Dengan demikian hutan yang terbentuk makin buruk, sampai akhirnya hutan tidak dapat lagi terbentuk kembali. Paling-paling hanya semak belukar saja, atau bahkan sama sekali tidak ada hutan lagi.

Dari judul : Kerusakan lingkungan pedesaan

5. Penalaran Induktif (Metode Eksposisi)

Metode Eksposisi dapat diartikan sebagai pembahasan fakta-fakta yang diajukan secukupnya untuk mengadakan konkritisasi atas inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca mengetahui bukan hanya persoalannya tetapi juga beberapa landasan (teori) yang menunjang inti persoalan.

Contoh :
Dalam kesempatan itu Pandu menunjukan kinerja keuangan BUMN yang meningkat setelah melakukan IPO. Mengutip hasil pengujian ‘Wilcoxon signed-rank test’ ia menunjukan peningkatan penjualan riil rata-rata sebesar 142,56 persen.

Selain itu rata-rata laba bersih juga meningkat dengan melihat tingkat return on sales (ROS) dari 9,15 persen sebelum IPO menjadi 24,66 persen setelah IPO. Tingkat return on equity juga naik dari 11,5 persen menjadi 22,32 persen.

ROS merupakan rasio yang biasa digunakan untuk menghitung efisiensi operasional perusahaan atau juga dikenal sebagai margin laba operasi perusahaan. Sedangkan return on equity adalah rasio jumlah pendapatan bersih terhadap equity pemegang saham atau dengan kata lain berapa profit yang telah dihasilkan perusahaan dari uang yang telah diinvestasikan oleh pemegang saham.

Sementara rata-rata debt to equity ratio (rasio utang terhadap modal) juga semakin membaik dari 414,44 persen menjadi 203,77 persen setelah IPO, dari rata-rata modal 4,31 triliun menjadi 10,66 triliun setelah diprivatisasi.

* Sumber artikel : http://www.antaranews.com/berita/250323/ipo-sejahterakan-karyawan-bumn
* Dari Judul : IPO Sejahterakan Karyawan BUMN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar