Kamis, 14 Januari 2010

penyelesaian konflik malaysian dan indonesia

Dimulai dengan konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berawal dari perang mengenai Kalimantan Utara antara kedua negara pada 1962-1966. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada 1961.

Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai “boneka” Inggris dan kekuatan barat. TNI sempat menyeruak masuk dan menyerang Malaysia.

Namun, perlawanan Proklamator RI terhadap kekuatan barat tersebut tidak berlangsung lama, karena hanya berselang 5 tahun yakni pada 1966, kekuasaannya akhirnya digulingkan. Presiden Soeharto yang kemudian menggantikan dan memimpin Indonesia berhasil meredam konflik yang terjadi.

Dalam sebuah pertemuan di Bangkok pada 28 Mei 1966, kedua negara mengumumkan langkah-langkah penyelesaian konflik. Selanjutnya, fase booming minyak yang terjadi membuat negara-negara tetangga memandang tinggi Indonesia, apalagi ditambah dengan keberhasilan meraih pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN mencapai angka di atas 10%, membuat tidak banyak yang berani mengusik bumi pertiwi.

Sayangnya, pengelolaan perekonomian negara yang amburadul membuat pembangunan yang telah dicapai mengalami setback. Beban utang yang tidak dikelola dengan baik akhirnya menjerat dan membuat kondisi bangsa terpuruk. Setelah era reformasi, berbagai masalah yang sebelumnya tidak banyak terekspose, terus bermunculan.

Untuk menanggulanginya, pemerintah kedua negara bahkan sepakat membentuk EPG (eminent persons group). Kelompok yang berisikan tokoh-tokoh sepuh kedua negara bertujuan menjaga hubungan baik RI-Malaysia. Namun pemahaman terhadap akar permasalahan yang sebenarnya terjadi, membuat proses mencari solusi tersebut ibarat menegakkan benang basah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar